Dalam dunia bisnis digital yang serba cepat, memahami audiens bukan lagi sekadar opsi, tapi sebuah kebutuhan. Salah satu cara paling efektif untuk memahami pelanggan adalah dengan mengenali “pain point” atau masalah yang mereka alami.
Meskipun istilah ini terdengar seperti jargon pemasaran, kenyataannya pain point bisa menjadi kompas utama dalam menentukan arah strategi digital sebuah bisnis.
Mari kita bedah bersama-sama, kenapa pain point begitu krusial dalam dunia bisnis digital, apa sebenarnya pain point itu, jenis-jenisnya, dan bagaimana pemahaman terhadap pain point bisa membawa brand kamu selangkah lebih dekat ke hati (dan dompet) pelanggan.
Apa Itu Pain Point?
Secara sederhana, pain point adalah masalah nyata yang dihadapi oleh pelanggan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks pekerjaan, belanja, penggunaan produk, atau interaksi digital.
Pain point adalah celah yang bisa diisi oleh solusi dari bisnis kamu. Contoh gampangnya begini: kamu jualan skincare, dan target audiens kamu punya masalah jerawat hormonal yang tidak mempan dengan produk biasa. Nah, masalah jerawat itulah pain point mereka.
Kalau kamu punya produk yang secara spesifik dirancang untuk mengatasi hal itu, lalu cara komunikasi marketing-nya juga langsung menyasar keluhan mereka, besar kemungkinan produkmu akan dilirik.
Jadi, pain point bukan cuma tentang “produk ini nggak enak dipakai”, tapi bisa jauh lebih dalam: “saya malu ketemu orang karena kulit saya berjerawat, dan saya butuh solusi yang benar-benar bisa diandalkan.” Di sinilah bisnis digital punya ruang untuk bergerak cepat dan personal.
Manfaat Memahami Pain Point untuk Bisnis Digital
1. Membuat Pesan Pemasaran Lebih Relevan dan Mengena
Saat kamu tahu apa yang benar-benar dikhawatirkan audiensmu, kamu bisa membuat konten dan iklan yang terasa lebih nyambung. Pesan promosi tidak lagi terasa seperti jualan semata, tapi seperti solusi dari seorang teman yang mengerti.
2. Mengembangkan Produk yang Sesuai Kebutuhan
Informasi tentang pain point bisa menjadi acuan penting dalam pengembangan produk dan layanan. Dengan begitu, produkmu bukan sekadar inovatif, tapi juga benar-benar dibutuhkan.
3. Meningkatkan Tingkat Konversi
Kalau komunikasi dan solusi yang kamu tawarkan benar-benar menjawab masalah pelanggan, tingkat kepercayaan dan konversi pun meningkat. Ini adalah dasar dari Performance Creative, di mana setiap iklan digital dirancang dengan fokus pada hasil (konversi, klik, purchase) dan bukan sekadar tayang.
4. Memperkuat Loyalitas Pelanggan
Ketika pelanggan merasa bahwa brand kamu “mengerti mereka”, maka kemungkinan mereka kembali dan menjadi pelanggan setia sangat tinggi. Itulah kekuatan dari empati berbasis data.
Jenis-Jenis Pain Point
Untuk memahami pain point dengan lebih sistematis, kita bisa membaginya ke dalam beberapa kategori:
1. Pain Point Finansial
Pelanggan merasa mereka membayar terlalu mahal untuk sebuah layanan atau produk, atau mereka mencari alternatif yang lebih terjangkau dengan kualitas yang setara. Contoh: “Saya ingin software manajemen bisnis yang powerful tapi nggak bikin kantong jebol.”
2. Pain Point Proses
Ini berkaitan dengan efisiensi dan kerumitan. Pelanggan merasa proses yang mereka lalui terlalu rumit, lambat, atau membingungkan. Contoh: “Saya ingin checkout yang simpel, nggak usah isi form panjang-panjang tiap belanja.”
3. Pain Point Dukungan
Masalah ini muncul ketika pelanggan merasa tidak mendapatkan bantuan yang cukup dari sebuah brand. Misalnya CS yang lambat, tidak responsif, atau tidak solutif. Contoh: “Saya kesulitan klaim garansi dan tidak ada petunjuk jelas dari pihak toko.”
4. Pain Point Produktivitas
Pelanggan merasa tidak efisien atau membuang waktu karena layanan atau produk yang mereka pakai tidak membantu produktivitas mereka. Contoh: “Aplikasi saya lemot, saya butuh tools yang bisa kerja lebih cepat.”
5. Pain Point Emosional
Kadang bukan soal harga atau fitur, tapi perasaan. Rasa malu, tidak percaya diri, takut gagal, atau frustrasi bisa menjadi pain point yang paling kuat. Contoh: “Saya minder karena baju saya nggak modis dibanding teman-teman kantor.”
Bagaimana Cara Menggali Pain Point Pelanggan?
Ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan bisnis digital:
- Wawancara pengguna langsung
- Survey online
- Analisa review dan komentar di media sosial
- Menggali FAQ yang sering muncul
- Melihat tren pencarian Google dan insight kompetitor
Kombinasi semua pendekatan ini akan memberimu gambaran holistik tentang masalah yang paling relevan untuk target pasar kamu.
Solusi Iklan yang Mengerti Pain Point
Setelah memahami pain point, langkah selanjutnya adalah meramunya menjadi konten iklan yang tidak hanya menarik perhatian, tapi juga mendorong aksi. Di sinilah peran Performance Creative menjadi penting.
Pendekatan ini menggabungkan data insight, kreativitas, dan fokus pada performa, sehingga iklan digital yang kamu jalankan bukan hanya cantik, tapi juga konversi.
Daripada membuat iklan yang generik, Performance Creative menyarankan pendekatan yang lebih strategis:
- Menggunakan narasi berbasis masalah yang dialami audiens
- Menyusun visual dan copy yang langsung menyentuh pain point
- Memanfaatkan testimoni yang merepresentasikan keluhan nyata pelanggan
- Melakukan A/B testing secara rutin agar tiap iklan terus relevan
Memahami pain point adalah langkah fundamental dalam membangun bisnis digital yang relevan, solutif, dan berorientasi pada hasil. Ini bukan cuma tentang menjual produk, tapi tentang menyelesaikan masalah yang nyata dan mendalam.
Dengan menggali pain point pelanggan dan menerapkannya dalam strategi Performance Creative, kamu bisa menciptakan iklan dan pengalaman digital yang benar-benar berdampak.
Jika kamu sedang ingin mengembangkan strategi iklan yang lebih efektif, menyentuh emosi, dan didesain untuk performa tinggi, saatnya kamu eksplor lebih jauh dengan Performance Creative. Yuk, buat konten yang bukan cuma tampil beda, tapi juga berdampak nyata.